Chanoyu (茶の湯)
Kali ini, saya akan berbagi pengalaman saya dalam
upacara minum teh yang saya lakukan pada pelajaran Bunka Taiken ( Kebudayaan
Jepang Praktis ). Saya sejujurnya tidak pernah melakukan upacara minum teh
sebelumnya. Bahkan melihatnya di video saja tidak pernah! Karena itu saya
sangat bersemangat saat upacara minum teh berlangsung. Hehehe..
Arti
kata Chanoyu sebenarnya adalah “air panas untuk teh”. Namun kemudian berkembang
lebih luas menjadi upacara minum teh dalam tradisi Jepang, yang sangat
dipengaruhi oleh Buddha Zen Itulah sebabnya, dalam chanoyu setiap peserta
diharapkan mengalami ketenangan. Karena chanoyu sendiri dianggap sebagai bagian
dari meditasi untuk mendapatkan keseimbangan jiwa/ketenangan diri. Tapi bukan
berarti tidak boleh berbicara loh.. Boleh berbicara, tapi suaranya kecil yahh..
Dalam
upacara ini, teh disiapkan oleh seorang ahli khusus. Istilah chanoyu sendiri
bisa juga disebut chadou atau sadou. Untuk bisa menjadi ahli chanoyu,
dibutuhkan pengetahuan mendalam tentang tipe teh, kimono, kaligrafi Jepang,
ikebana dan berbagai pengetahuan tradisional lain. Itulah sebabnya tak
sembarangan orang bisa menjadi ahli chanoyu, bahkan mungkin dibutuhkan proses
belajar puluhan tahun. Dan bagi orang-orang yang ingin ikut ambil bagian dalam
chanoyu pun diwajibkan memiliki pengetahuan etika yang berlaku dalam upacara
ini. Hal ini tak mengherankan, karena chanoyu telah menjadi salah satu bagian
paling penting dari tradisi Jepang.
Chanoyu biasanya diadakan pada sebuah ruang
tertentu yang disebut chasitsu, ruang teh. Dan ada 2 jenis chasitsu, yaitu rumah
teh, biasanya berupa bagunan sederhana yang kecil, terbuat dari kayu. Letaknya
di area yang terpisah pada bagian yang tenang. Namun pada masa kini biasanya
terdapat di kebuan atau taman. Yang kedua adalah ruangan teh, biasanya berupa
ruangan kecil di dalam rumah, kuil, biara, sekolah atau bangunan lain, ruangan
yang berada dalam suatu bangunan namun dikhususkan untuk upacara minum teh.
rumah teh
ruangan teh
Seperti
yang diungkapkan oleh Shoshitsu (1997) mengenai wa-kei-sei-jaku bahwa wa
berarti keserasian atau keharmonisan, keserasian di antara sesama manusia,
antara manusia dengan alam, dan keserasian peralatan minum the dengan cara
penggunaannya. Menurut konsep Wa, seseorang tidak menunjukan emosi dan tidak
akan lupa sikap kerendahan hati, agar demikian ia dapat memperlakukan sesamanya
sebagai diri sendiri. Kei / rasa hormat adalah kesungguhan hati dimana
melepaskan kita untuk membuka hubungan dengan lingkungan yang paling dekat
sesame manusia dan alam. Dimana saling menghargai dengan sikap sopan santun
satu sama lain. Rasa hormat menuntut struktur sosial dalam upacara teh, untuk
saling menghormati satu sama lain di antara peserta, terutama melalui dasar
etiket minum teh. Sei / kemurnian adalah melalui tindakan yang sederhana dalam
pembersihan adalah bagian yang terpenting dari upacara minum teh, baik dalam
persiapan sebelumnya, menyajikan the yang sesungguhnya dan setelah para tamu
pergi, membereskan kembali peralatan teh, serta pada saat penutupan akhir dari
ruang teh. Tindakan seperti membersihkan debu pada ruangan dan membersihkan
daun-daun yang berguguran dari jalan setapak pada taman dan semuanya merupakan
tindakan pembersihan ‘debu keduniawian’. Jaku / ketenangan menurut Shoshitsu
(1997 : 14) adalah sebagai konsep estetika khusus dalam upacara teh dengan
melaksanakan ketiga prinsip utama yaitu keharmonisan, rasa hormat, dan
kemurnian dalam kehidupan kita sehari-hari secara terus menerus.
Dengan
menikmati teh sambil duduk seorang diri, dan merasakan jauh dari dunia, menyatu
dengan irama alam bebas, bebas dari kebutuhan material dan kenyamanan fisik,
peka terhadap kesucian dari segala sesuatu yang terdapat di sekitarnya, maka
saat seseorang tersebut membuat dan menikmati teh dengan memikirkan guna
mencapai keadaan mulia, akan memperoleh suatu ketenangan. Bagaimana? Penasaran ingin mencoba chanoyu?
sumber : animonster edisi 97
Tidak ada komentar:
Posting Komentar