Kamis, 20 Juni 2013

Makna Tersembunyi dalam Chanoyu

Chanoyu (茶の湯)

Kali ini, saya akan berbagi pengalaman saya dalam upacara minum teh yang saya lakukan pada pelajaran Bunka Taiken ( Kebudayaan Jepang Praktis ). Saya sejujurnya tidak pernah melakukan upacara minum teh sebelumnya. Bahkan melihatnya di video saja tidak pernah! Karena itu saya sangat bersemangat saat upacara minum teh berlangsung. Hehehe..


Arti kata Chanoyu sebenarnya adalah “air panas untuk teh”. Namun kemudian berkembang lebih luas menjadi upacara minum teh dalam tradisi Jepang, yang sangat dipengaruhi oleh Buddha Zen Itulah sebabnya, dalam chanoyu setiap peserta diharapkan mengalami ketenangan. Karena chanoyu sendiri dianggap sebagai bagian dari meditasi untuk mendapatkan keseimbangan jiwa/ketenangan diri. Tapi bukan berarti tidak boleh berbicara loh.. Boleh berbicara, tapi suaranya kecil yahh..


Dalam upacara ini, teh disiapkan oleh seorang ahli khusus. Istilah chanoyu sendiri bisa juga disebut chadou atau sadou. Untuk bisa menjadi ahli chanoyu, dibutuhkan pengetahuan mendalam tentang tipe teh, kimono, kaligrafi Jepang, ikebana dan berbagai pengetahuan tradisional lain. Itulah sebabnya tak sembarangan orang bisa menjadi ahli chanoyu, bahkan mungkin dibutuhkan proses belajar puluhan tahun. Dan bagi orang-orang yang ingin ikut ambil bagian dalam chanoyu pun diwajibkan memiliki pengetahuan etika yang berlaku dalam upacara ini. Hal ini tak mengherankan, karena chanoyu telah menjadi salah satu bagian paling penting dari tradisi Jepang.


Chanoyu biasanya diadakan pada sebuah ruang tertentu yang disebut chasitsu, ruang teh. Dan ada 2 jenis chasitsu, yaitu rumah teh, biasanya berupa bagunan sederhana yang kecil, terbuat dari kayu. Letaknya di area yang terpisah pada bagian yang tenang. Namun pada masa kini biasanya terdapat di kebuan atau taman. Yang kedua adalah ruangan teh, biasanya berupa ruangan kecil di dalam rumah, kuil, biara, sekolah atau bangunan lain, ruangan yang berada dalam suatu bangunan namun dikhususkan untuk upacara minum teh.


rumah teh

ruangan teh


Seperti yang diungkapkan oleh Shoshitsu (1997) mengenai wa-kei-sei-jaku bahwa wa berarti keserasian atau keharmonisan, keserasian di antara sesama manusia, antara manusia dengan alam, dan keserasian peralatan minum the dengan cara penggunaannya. Menurut konsep Wa, seseorang tidak menunjukan emosi dan tidak akan lupa sikap kerendahan hati, agar demikian ia dapat memperlakukan sesamanya sebagai diri sendiri. Kei / rasa hormat adalah kesungguhan hati dimana melepaskan kita untuk membuka hubungan dengan lingkungan yang paling dekat sesame manusia dan alam. Dimana saling menghargai dengan sikap sopan santun satu sama lain. Rasa hormat menuntut struktur sosial dalam upacara teh, untuk saling menghormati satu sama lain di antara peserta, terutama melalui dasar etiket minum teh. Sei / kemurnian adalah melalui tindakan yang sederhana dalam pembersihan adalah bagian yang terpenting dari upacara minum teh, baik dalam persiapan sebelumnya, menyajikan the yang sesungguhnya dan setelah para tamu pergi, membereskan kembali peralatan teh, serta pada saat penutupan akhir dari ruang teh. Tindakan seperti membersihkan debu pada ruangan dan membersihkan daun-daun yang berguguran dari jalan setapak pada taman dan semuanya merupakan tindakan pembersihan ‘debu keduniawian’. Jaku / ketenangan menurut Shoshitsu (1997 : 14) adalah sebagai konsep estetika khusus dalam upacara teh dengan melaksanakan ketiga prinsip utama yaitu keharmonisan, rasa hormat, dan kemurnian dalam kehidupan kita sehari-hari secara terus menerus.



Dengan menikmati teh sambil duduk seorang diri, dan merasakan jauh dari dunia, menyatu dengan irama alam bebas, bebas dari kebutuhan material dan kenyamanan fisik, peka terhadap kesucian dari segala sesuatu yang terdapat di sekitarnya, maka saat seseorang tersebut membuat dan menikmati teh dengan memikirkan guna mencapai keadaan mulia, akan memperoleh suatu ketenangan. Bagaimana? Penasaran ingin mencoba chanoyu?


sumber : animonster edisi 97

Tidak ada komentar:

Posting Komentar